-->

Minggu, 09 Februari 2025

Menakjubkan "Drama Bali Modern" Tingkat Pelajar SMA

 Menakjubkan "Drama Bali Modern" Tingkat Pelajar SMA


Denpasar ,Bali Kini
- Wimbakara (Lomba) Drama Bali Modern dalam ajang Bulan Bahasa Bali (BBB) VII tampil dengan topik yang sangat beragam. Anak-anak setingkat SMA yang menjadi peserta lomba itu, lebih banyak mengangkat kisah sesuai dengan situasi di jaman sekarang ini. Kreatif dan tampil dengan berbagai pesan moral. Meski sedikit penonton, tetapi dengan akting dan tata seni pentas mereka mampu membuat panggung Gedung Kesisrarnawa, Taman Budaya Bali menjadi beda.

Digelar selama dua hari, pada Kamis-Jumat  6- 7 Februari 2025, lomba pertama dijadwalkan 5 peserta, namun teater modern SMA Negeri 1 Tembuku Bangli berhalangan hadir, sehingga hanya 4 peserta yang menyajikan garapan seninya. Pementasan diawali dengan drama modern berjudul Kuang Lebih Muah Ane Lenan, Rwa Bhineda dari Teater Taksu Smadara, lalu drama “TUUH” (Kehendak Sanga Waktu) oleh Samanta dan diakhiri dengan drama modern berjudul Jagal Babarakan.


Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Provinsi Bali Prof I Gede Arya Sugiartha yang hadir menyaksikan pementasan itu mengatakan, anak-anak yang tampil ini tergolong cerdas. Walau mereka masih sebagai siswa setingkat SMA, namun mereka sangat jeli dalam memilih topik, sehingga kena dengan situasi di jaman sekarang dan sifatnya kekinian. “Maka cocoklah ini sebagai penampilan drama modern, karena cerita yang diangkat itu kekinian, tetapi dikemas dalam bahasa Bali,” katanya. 


Lomba Drama Bali Modern ini mengangkat cerita di Bali. Salah satu tema yang diangkat adalah pelestarian lingkungan. Adanya perkembangan pembangunan perumahan, investor mulai masuk dan merayu masyarakat agar mau menjual tanahnya. Lalu, seorang kakek bersikukuh tidak mau menjual tanahnya, karena berkomitmen melestarikan warisan leluhurnya. Meskipun kepala desa yang ikut mengompor-ngopori agar mau menjualnya.


Menurut Kadisbud Arya Sugiartha, kisah yang diangkat ini semacam sindirian, karena kondisi seperti itulah yang memang banyak terjadi di Bali saat ini. “Kalau saja penonton itu bisa membaca cerita, dan  itu bisa menghayati, maka artinya jangan sembarang menjual tanah yang ingin disampaikan lewat pementasan mereka itu,” ungkapnya.[jr]

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved