-->

Kamis, 05 September 2024

Bandesa Adat Berawa Dituntut 6 Tahun Penjara

 Bandesa Adat Berawa Dituntut 6 Tahun Penjara


Denpasar , Bali Kini
- I Ketut Riana (54), selaku Bandesa Adat Berawa, desa Tibubeneng, Kuta Utara Badung masa bakti 2020-2025, dituntut pidana penjara selama 6 tahun. Ia dituntut terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan melakukan pemerasan atau pungutan liar dalam perizinan investasi.

Tim Jaksa Pidsus Kejati Bali, menyatakan dalam amar tuntutannya bahwa terdakwa Riana terbukti secara sah meyakinkan telah melakukan tindak pidana pemerasan dengan memanfaatkan jabatannya sebagai bendesa adat desa Berawa, Kuta Utara Badung.

Tidak hanya tuntutan pidana penjara, terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya Pasek Suardika, dkk juga dituntut pidana denda Rp200 juta, subsider 3 bulan penjara.

Tuntutan tim JPU ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis sore (5/9).

"Menyatakan terdakwa Ketut Riana, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi pemerasan dengan memanfaatkan jabatan secara berlanjut," baca Jaksa Penuntut Umum Nengah Astawa, diwakili Jaksa Oka Ariani.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Dalam sidang yang diketuai Majelis Hakim Gede Putra Astawa dengan majelis anggota Ni Made Okti Mandiani dan hakim Ad Hoc Iman Santoso itu, Jaksa juga meminta kepada terdakwa uang pengganti sebesar Rp50 juta, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan, maka harta benda yang dimiliki terdakwa dan atas nama dari terdakwa akan disita untuk menutupi pengganti tersebut.

"Apabila terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka dapat diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun," sambung Jaksa.

Sebagaimana dituangkan dalam pemberitaan sebelumnya, kasus ini terungkap saat PT. Berawa Bali Utama berencana untuk melakukan investasi berupa Pembangunan Apartement dan resort di wewidangan Desa Adat Berawa. 

Kemudian untuk pengurusan perijinannya telah menunjuk PT. Bali Grace Efata berdasarkan Perjanjian Nomor 143/BE/KTN/lV/2023 tanggal 04/08/2023 dengan direkturnya saksi Andianto Nahak T Moruk untuk mengurus perizinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Apartement PT. Berawa Bali Utama yang rencananya akan dibangun di Jalan Berawa dengan nilai kontrak sebesar Rp3,6 miliar.

Selanjutnya saksi Andianto Nahak T Moruk mendapat pekerjaan dari PT Berawa Bali Ułamał sejak Oktober 2023, mulai berkomunikasi dengan terdakwa untuk mengurus izin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) atau SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup).

Dimana, dałam proses pengurusan AMDAUUKL-UPUSPPL tersebut terdapat kewajiban untuk melakukan pertemuan konsultasi publik masyarakat dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung yaitu masyarakat yang berada di dałam batas wilayah studi AMDAL yang akan terkena dampak secara langsung.

Berdalih menggunakan Pawos (Pasal) 3 Pararem Desa Adat Berawa Nomor 05/DAB/ll/2020, besar kecilnya dana sumbangan (Dana Punia) dipungut berdasarkan kesepakatan Prajuru Desa Adat sesuai kewajaran, yang besarannya berdasarkan kesepakatan Krama dan Prajuru Desa Adat dengan Investor, yang mana saat itu terdakwa meminta uang Rp10 miliar, kepada saksi Andianto Nahak T Moruk.

Padahal dalih dana sumbangan (Dana Punia) terkait kegiatan rencana investasi yang dilakukan di wewidangan Desa Adat Berawa yang meminta dana sumbangan (dana punia) sebesar Rp10 miliar, ternyata belum pernah dibicarakan oleh terdakwa kepada Prajuru (Pengurus) Desa Adat Berawa. "Bahkan sama sekali belum atau tidak pernah dibahas dalam Paruman Desa Adat Berawa," imbuhnya lagi.

Dalam amar dakwaan jaksa juga terungkap, terdakwa meminta saksi Andianto Nahak T Moruk menyerahkan uang miliaran tersebut, hanya boleh diketahui oleh terdakwa dan saksi saja. Kemudian pada November 2023, terdakwa menghubungi saksi Andianto Nahak T Moruk melalui telepon dan Chat Whatsapp, menyampaikan membutuhkan uang sebesar Rp50 juta, untuk bayar hutang dengan warga Berawa dan imunisasi cucu terdakwa.

Permintaan terdakwa tersebut dipenuhi saksi Andianto Nahak T Moruk. Dan, pada 20 November 2023 saksi menyerahkan uang secara tunai kepada terdakwa di Simpangan Dewi Sri, Jalan Sunset Road Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, tanpa kwitansi. 

Pada saat itu terdakwa menyampaikan bahwa jumlah permintaan uang sebesar Rp10 miliar masih tetap diberikan. Kemudian. "Terdakwa juga meminta saksi agar tidak bicara kemana-mana, termasuk ke Klian Banjar Adat Berawa," sebut Jaksa dalam dakwaan.

Kemudian, pada Desember 2023, terdakwa menghubungi saksi Andianto Nahak T Moruk utnuk menanyakan perkembangan permintaan uang sebesar Rp10 miliar tersebut. Saksi hanya menyampaikan kepada terdakwa agar bersabar karena saksi Andianto Nahak T Moruk masih berkoordinasi dengan pihak Investor.

Pada 5 Januari 2024, pihak PT. Berawa Bali Utama menyelenggarakan Pertemuan Konsultasi Publik Masyarakat terkait AMDAL Magnum Residence Berawa, Jalan Pantai Berawa, di ruang pertemuan kantor Desa Tibubebeng, yang turut dihadiri Investor PT. Berawa Bali Utama, Klian Banjar Adat Berawa, Kepala Desa Tibubeneng (diwakili Sekretaris Desa), BPD dan LPM serta Bhabinkamtibmas Desa Tibubeneng, Dinas Perhubungan Kabupaten Badung, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung, Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali serta pihak terkait lainnya. 

Dalam Pertemuan tersebut, terdakwa selaku Bandesa Desa Adat Berawa tidak hadir walaupun sebelumnya sudah menerima undangan tertanggal 28 Desember 2023 untuk kegiatan pertemuan konsultasi tersebut. Bahwa oleh karena terdakwa tidak menghadiri kegiatan pertemuan konsultasi masyarakat I sosialisasi sedangkan tanda tangan terdakwa dalam Berita Acara Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKP) tersebut diperlukan sebagai syarat pengurusan AMDAUUKL-UPL/SPPL.

Maka sehari setelah pelaksanaan sosialisasi saksi Andianto Nahak T Moruk mendatangani rumah terdakwa, untuk mohon tanda tangan daftar hadir dan Berita Acara Pertemuan Konsultasi Masyarakat.

Namun pada saat itu, terdakwa menyampaikan kepada saksi Andianto Nahak T Moruk bahwa dirinya dan Klian Banjar Adat Berawa belum bisa menandatangani Berita Acara Pertemuan, jika saksi belum memberikan kontribusi berupa uang sebesar Rp10 miliar.

Karena terdakwa terus mendesak, maka pada tanggal 1 Mei 2024, saksi Andianto Nahak T Moruk menghubungi terdakwa dan bersepakat bertemu pada 2 Mei 2024, Pukul 15.15 Wita, dislah satu Caffe Casa Bunga I Casa Eatery di Renon. Saat itu saksi Andianto Nahak T Moruk sudah membawa uang sejumlah Rp100 Juta yang dimasukkan dalam sebuah tas kain warna kuning bertuliskan Beard Papa's danmenyerahkan uang tersebut kepada terdakwa.

Selanjutnya terdakwa menerima tas berisi uang tersebut dan kembali menanyakan kepada saksi Andianto Nahak T Moruk terkait uang Rp10 miliar. Disaat itulah, prihal persoalan ini yang sudah dilaporkan langsung datanglah Personil Kejaksaan Tinggi Bali dan mengamankan terdakwa. 

"Saat itu saksi Andianto Nahak T Moruk beserta barang bukti uang dalam tas turut dibawa ke Kantor Kejaksaan Tinggi Bali untuk diminta keterangan," ungkap Jaksa dalam dakwaannya.[jro]

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved