-->

Kamis, 02 Maret 2017

Persepsi “LEAK” di Bali

Persepsi “LEAK” di Bali


Balikini.Net - Leak bagi masyarakat awam di Bali selalu di identikkan dengan makhluk berwajah seram dan bertaring. Secara fisik leak juga selalu digambarkan  tampilan yang besar dan menyeramkan.  Cerita terkait leak telah ada sejak lama dan turun temurun, serta dibumbui informasi-informasi yang membuat gambaran tentang leak menjadi sangat jahat dan menakutkan.

Kenyataanya Leak merupakan ajaran sastra suci Bali yang tertuang dalam lontar , yang bila diucapkan dengan daya cipta, sehingga seseorang bisa mengubah diri menjadi apapun yang ada dalam pikiranya mereka .

Menurut salah satu tokoh spiritual Ida Bagus Supardana dari Marga Cau Tua Tabanan saat di temui balikini (4/1/2017)  mengutarakan Leak itu real dan nyata adanya. Mitos yang berkembang selama ini telah menyebabkan leak dipersepsikan sebagai mahkluk yang menyeramkan. Padahal leak sebenarnya adalah sebuah ajaran suci. “sesunguhnya  Leak itu ajaran spiritual yang bisa berubah bentuk menjadi apa saja “ ujar Supardana.

Supardana yang telah mewarisi Ilmu Pengeliak secara turun temurun ini ,juga pernah mendalami ilmu ini ke India selama tiga tahun menjelaskan bahwa ilmu ini tidaklah jahat namun jika di salah gunakan oleh orang yang salah maka dia akan menjadi negatif .

Supardana mengungkapkan siapapun bisa mempelajari aliran mistik yang mampu mengubah bentuk tersebut. Dalam mempelajari ilmu Leak juga tidak ada batasan usia, yang penting ada kemampuan niat dan konsentrasi. Selain tekun mempelajari sastra suci Bali dan diucapkan dengan daya cipta yang kuat akan terwujud sesuai dengan keinginan  .


Supardana , menegaskan Leak bukan hanya ditemukan di daerah tertentu saja melainkan tersebar di hampir seluruh kawasan di Bali. Namun derasnya arus budaya luar, membuat aliran spiritual Leak itu merangsek ke pedalaman di Bali yang saat ini masih masih di yakini masyarakat Bali .

Leak bukan makhluk yang dijadikan untuk pesugihan, tapi menjadi sebuah ilmu yang menarik bagi orang-orang yang pecandu sastra kuno Bali. Anggapan bahwa mempelajari leak tidak menghasilkan apa-apa diduga akan menyebabkan aliran mistik tersebut mulai ditinggalkan. Namun kenyataanya di tengah perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan jusru ilmu ini diam –diam kembali di bangkitkan sejumlah tokoh spiritual di Bali.

Pengelingsir Griya Cau Marga ini,mengatakan dalam aksara Bali tidak ada yang disebutkan leak melainkan “ liya, ak’ yang artinya lima aksara. Aksara tersebut yaitu Si mencerminkan Tuhan, Wa adalah anugerah, Ya adalah jiwa, Na adalah kekuatan yang menutupi kecerdasan dan Ma adalah egoisme yang membelenggu jiwa. Kekuatan aksara ini disebut lima api.

Manusia mempelajari kerohanian apapun, pasti akan mengeluarkan cahaya atau aura, saat mencapai puncaknya  cahaya itu keluar melalui lima indra tubuh yaitu telinga, mata, mulut, ubun-ubun dan kemaluan. Namun umumnya orang yang mempelajari Leak cahaya itu keluar kebayakan lewat mata dan mulut.
Supardana memaparkan dalam mempelajari Leak harus memahami doa dasar leak., Doa dasar tersebut diantaranya “Ong gni brahma anglebur panca maha bhuta, anglukat sarining merta. mulihakene kite ring betara guru, tumitis kita dadi manusia mahotama. ong rang sah, wrete namah”.

Supardana mengutarakan terdapat tujuh jenis leak yang sdh banyak di ketahui masyarakat.  Jenis tersebut di antaranya  Leak barak (brahma). Leak ini baru bisa mengeluarkan cahaya merah api. Leak bulan,  Leak pemamoran, Leak bunga,  Leak sari, Leak cemeng rangdu dan Leak siwa klakah, adalah Leak tertinggi karena ketujuh cakranya mengeluarkan cahaya yang sesuai dengan kehendak batinnya.

Tingkatan Leak paling tinggi menjadi bade atau menara pengusung jenazah , dengan mengubah menjadi garuda, dan tingakat lebih bawah lagi menjadi binatang-binatang lain, seperti kambing babi betina ,monyet, anjing, ayam putih, , dan lain-lain. Selain itu juga dikenal nama I Pudak Setegal mengubah hujud menjadi wanita cantik dan bau harumnya dan lain-lain.

Dalam Lontar Durga Bhairawi’ dan ‘Lontar Ratuning Kawisesan’.yang di tulis pada zaman Raja Udayana saat berkuasa di Bali pada abad ke 16, sastrawan jaman itu I Gede Basur masih hidup dan pernah menulis buku lontar Pengeleakan tersebut .


Salah satu alasan leak saat ini masih kuat dan diyakini karena aspek dari output belajar aji pangliyakan akan membuat kita menjadi sakti. Setiap tingkatan leak mempunyai kekuatan tertentu. Di sinilah seorang shakta aji pangliyakan sering terjebak apalagi  bathin kurang bersih, emosi labil, ilmu ini akan berbalik merugikan. “kita bisa terjebak menyalahgunakan ilmu ini untuk menyakiti. Karena itulah sang guru sangat sangat ketat dalam mengajarkan muridnya, murid dalam mengawasi dan menjaga tikah laku sang muris agar mereka tidak merugikan saat menguasai ilmu ini” ujar Supardana.

Meski demikian dalam sejarahnya tetap terjadi penyimpangan dalam aji pangliyakan. Munculnya sejumlah aliran yang memang khusus mempelajari ilmu itu untuk menyakiti hal itu disebut Pengiwa. Dikatakan Pengiwa karena setiap menarik energi selalu memasukan energi dari belahan badan bagian kiri seperti desti ,santet atau bahasa pengeliakan di sebut nerangjana.

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved