Balikini.Net - Para pengarajin sanggah berbahan baku (pasir hitam) bias melela di Desa Selat , Kecamatan Susut, Bangli hingga kini tetap eksis ditengah ketatnya persaingan usaha sejenis di daerah ini. Terbukti, hampir 80 persen warga setempat menggantungkan mata pencaharian sebagai perajin ukir pasir hitam( bias melela) ini.
Menurut I Nengah Rajin, perajin di Banjar Selat Peken, Susut ditemui Selasa (14/03/2017) menuturkan kerajinan yang telah digelutinya sejak puluhan tahun hingga kini masih tetap bertahan. Terbukti, order pembuatan palinggih dengan menggunakan bahan baku bias melela terus mengalir dari berbagai daerah. “Saat ini saya tengah menyelesaikan order palinggih dari warga Kuta,”ungkapnya.
Kata dia, belakangan ini persaingan usaha kerajinan sanggah memang cukup ketat. Namun palinggih yang menggunakan bahan baku bias melela belum ditinggalkan warga. “Kami sempat khawatir dengan makin merebaknya usaha kerajinan sanggah dengan menggunakan batu hitam. Namun kini kekhawatiran mulai sirna, karena order tetap mengalir,”ujarnya.
Disinggung kendala yang dihadapi, jelas dia, selain permodalan, perajin sanggah dengan menggunakan bahan baku bias melela sering dihadapkan dengan kelangkaan bahan baku pasir" Sekarang bahan baku pasir hitam sulit dicari/dibeli "ucapnya.
Disamping itu, harga pasir terus merangkak naik. Kini harga satu trup “bias melela” mencapai Rp 1,6 juta per truk. “Kenaikan bahan baku pasir hampir terjadi setiap pekan,”keluhnya.
Disisi lain , jelas dia, pihaknya tidak berani mengangkat produk kerajinan terlalu tinggi. Karena bila produk dijual terlalu tinggi takutnya pembeli mengalami penurunan mengingat ketat persaingan kerajinan sanggah ini. “Kami tidak berani mengangkat harga terlalu tinggi,”jelas Rajin diamini menantunya.
Disinggung soal harga, Rajin mengungkapkan untuk jenis palinggih kemulan (gedong rong telu) dijual dengan harga Rp 10 juta, untuk gedong penglurah mencapai Rp 7 juta. Sementara untuk penyengker, jelas dia, harganya dihitung per meter. Untuk tembok penyengker dua sisi harga borongannya mencapai Rp 6 juta dan untuk satu sisi harganya Rp 3 juta. “Harga sangat ditentukan dengan motif ukirannya. Makin banyak ukiran, maka harganya pun akan lebih mahal pungkasnya.
Hal senada juga diungkapkan perajin lainnya Made Berata, persaingan usaha kerajinan sanggah dengan berbagai bahan baku belakangan ini memang sangat ketat. Makanya, dirinya harus pintar-pintar berinovasi agar tidak ditinggalkan konsumen. “Agar tidak ditinggalkan konsumen, harga yang kita tawarkan harus bersaing "pungkasnya. AG/R5
Menurut I Nengah Rajin, perajin di Banjar Selat Peken, Susut ditemui Selasa (14/03/2017) menuturkan kerajinan yang telah digelutinya sejak puluhan tahun hingga kini masih tetap bertahan. Terbukti, order pembuatan palinggih dengan menggunakan bahan baku bias melela terus mengalir dari berbagai daerah. “Saat ini saya tengah menyelesaikan order palinggih dari warga Kuta,”ungkapnya.
Kata dia, belakangan ini persaingan usaha kerajinan sanggah memang cukup ketat. Namun palinggih yang menggunakan bahan baku bias melela belum ditinggalkan warga. “Kami sempat khawatir dengan makin merebaknya usaha kerajinan sanggah dengan menggunakan batu hitam. Namun kini kekhawatiran mulai sirna, karena order tetap mengalir,”ujarnya.
Disinggung kendala yang dihadapi, jelas dia, selain permodalan, perajin sanggah dengan menggunakan bahan baku bias melela sering dihadapkan dengan kelangkaan bahan baku pasir" Sekarang bahan baku pasir hitam sulit dicari/dibeli "ucapnya.
Disamping itu, harga pasir terus merangkak naik. Kini harga satu trup “bias melela” mencapai Rp 1,6 juta per truk. “Kenaikan bahan baku pasir hampir terjadi setiap pekan,”keluhnya.
Disisi lain , jelas dia, pihaknya tidak berani mengangkat produk kerajinan terlalu tinggi. Karena bila produk dijual terlalu tinggi takutnya pembeli mengalami penurunan mengingat ketat persaingan kerajinan sanggah ini. “Kami tidak berani mengangkat harga terlalu tinggi,”jelas Rajin diamini menantunya.
Disinggung soal harga, Rajin mengungkapkan untuk jenis palinggih kemulan (gedong rong telu) dijual dengan harga Rp 10 juta, untuk gedong penglurah mencapai Rp 7 juta. Sementara untuk penyengker, jelas dia, harganya dihitung per meter. Untuk tembok penyengker dua sisi harga borongannya mencapai Rp 6 juta dan untuk satu sisi harganya Rp 3 juta. “Harga sangat ditentukan dengan motif ukirannya. Makin banyak ukiran, maka harganya pun akan lebih mahal pungkasnya.
Hal senada juga diungkapkan perajin lainnya Made Berata, persaingan usaha kerajinan sanggah dengan berbagai bahan baku belakangan ini memang sangat ketat. Makanya, dirinya harus pintar-pintar berinovasi agar tidak ditinggalkan konsumen. “Agar tidak ditinggalkan konsumen, harga yang kita tawarkan harus bersaing "pungkasnya. AG/R5
FOLLOW THE BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram